Kamis, 16 Mei 2013

Sistem Informasi Kesehatan



Sistem Informasi Kesehatan (SIK)  adalah integrasi antara perangkat, prosedur  dan kebijakan yang digunakan untuk mengelola siklus informasi secara sistematis untuk mendukung pelaksanaan manajemen kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dalam kerangka pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

        Informasi kesehatan selalu diperlukan dalam pembuatan program kesehatan mulai dari analisis situasi, penentuan prioritas, pembuatan alternatif solusi, pengembangan program, pelaksanaan dan pemantauan hingga proses evaluasi terhadap pelaksanaan program-program kesehatan.
       
Peranan SIK dalam Sistem Kesehatan
Menurut WHO, sistem informasi kesehatan merupakan salah satu dari 6 “building block” atau komponen utama dalam sistem kesehatan di suatu Negara. Keenam komponen (building block) sistem kesehatan tersebut adalah:
  1. Service delivery (pelaksanaan pelayanan kesehatan)
  2. Medical product, vaccine, and technologies (produk medis, vaksin, dan teknologi kesehatan)
  3. Health worksforce (tenaga medis)
  4. Health system financing (system pembiayaan kesehatan)
  5. Health information system (sistem informasi kesehatan)
  6. Leadership and governance (kepemimpinan dan pemerintah)

Adapun sub sistem dalam Sistem Kesehatan Nasional Indonesia, yaitu:
  1. Upaya kesehatan
  2. Penelitian dan pengembangan kesehatan
  3. Pembiayaan kesehatan
  4. Sumber daya manusia (SDM) kesehatan
  5. Sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan
  6. Manajemen, informasi, dan regulasi kesehatan
  7. Pemberdayaan masyarakat.

Melalui hasil pengembangan sistem informasi ini maka diharapkan dapa menghasilkan hal-hal sebagai berikut :
  1. Perangkat lunak tersebut dikembangkan sesuai dengan sesuai dengan standar yang ditentukan oleh pemerintah daerah.
  2. Dengan menggunakan open system tersebut diharapkan jaringan akan bersifat interoperable dengan jaringan lain.
  3. Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan mensosialisasikan dan mendorong pengembangan dan penggunaan Local Area Network di dalam kluster unit pelayanan kesehatan baik pemerintah dan swasta sebagai komponen sistem di masa depan.
  4. Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan mengembangkan kemampuan dalam teknologi informasi video, suara, dan data nirkabel universal di dalam Wide Area Network yang efektif, homogen dan efisien sebagai bagian dari jaringan sistem informasi pemerintah daerah.
  5. Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan merencanakan, mengembangkan dan memelihara pusat penyimpanan data dan informasi yang menyimpan direktori materi teknologi informasi yang komprehensif.
  6. Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan secara proaktif mencari, menganalisis, memahami, menyebarluaskan dan mempertukarkan secara elektronis data/informasi bagi seluruh stakeholders.
  7. Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan memanfaatkan website dan access point lain agar data kesehatan dan kedokteran dapat dimanfaatkan secara luas dan bertanggung jawab dan dalam rangka memperbaiki pelayanan kesehatan sehingga kepuasan pengguna dapat dicapai sebaik-baiknya.
  8. Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan merencanakan pengembangan manajemen SDM sistem informasi mulai dari rekrutmen, penempatan, pendidikan dan pelatihan, penilaian pekerjaan, penggajian dan pengembangan karir.
  9. Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan mengembangkan unit organisasi pengembangan dan pencarian dana bersumber masyarakat yang berkaitan dengan pemanfaatan dan penggunaan data/informasi kesehatan dan kedokteran.
  10. Dapat digunakan untuk mengubah tujuan, kegiatan, produk, pelayanan organisasi, untuk mendukung agar organisasi dapat meraih keunggulan kompetitif.
  11. Mengarah pada peluang-peluang strategis yang dapat ditemukan.
Pada saat ini di Indonesia terdapat 3 (tiga) model pengelolaan SIK, yaitu :
  • Pengelolaan SIK manual, dimana pengelolaan informasi di fasilitas pelayanan kesehatan dilakukan secara manual atau paper based melalui proses pencatatan pada buku register, kartu, formulir-formulir khusus, mulai dari proses pendaftaran sampai dengan pembuatan laporan. Hal ini terjadi oleh karena adanya keterbatasan infrastruktur, dana, dan lokasi tempat pelayanan kesehatan itu berada. Pengelolaan secara manual selain tidak efisien juga menghambat dalam proses pengambilan keputusan manajemen dan proses pelaporan.
  • Pengelolaan SIK komputerisasi offline, pada jenis ini pengelolaan informasi di pelayanan kesehatan sebagian besar/seluruhnya sudah dilakukan dengan menggunakan perangkat komputer, baik itu dengan menggunakan aplikasi Sistem Informasi Manajemen (SIM) maupun dengan aplikasi perkantoran elektronik biasa, namun masih belum didukung oleh jaringan internet online ke dinas kesehatan kabupaten/kota dan provinsi/bank data kesehatan nasional.
  • Pengelolaan SIK komputerisasi online, pada jenis ini pengelolaan informasi di pelayanan kesehatan sebagian besar/seluruhnya sudah dilakukan dengan menggunakan perangkat komputer, dengan menggunakan aplikasi Sistem Informasi Manajemen dan sudah terhubung secara online melalui jaringan internet ke dinas kesehatan kabupaten/kota dan provinsi/bank data kesehatan nasional untuk memudahkan dalam komunikasi dan sinkronisasi data.

Dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan telah diamanatkan bahwa untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang efektif dan efisien diperlukan informasi kesehatan yang diselenggarakan melalui sistem informasi dan lintas sektor. Sering dengan era desentralisasi berbagai sistem informasi kesehatan telah dikembangkan baik di pemerintah pusat atau daerah, sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik daerah masing-masing. Selain melaksanakan program pemerintah pusat melalui kementerian kesehatan, pemerintah daerah juga diberikan otonomi untuk mengembangkan sistem informasinya, baik di tingkat dinas kesehatan dan puskesmas mau pun rumah sakit.
  • SIKNAS (Sistem Informasi Kesehatan Nasional)

Departemen Kesehatan telah menetapkan visi Indonesia Sehat 2010 yang ditandai dengan penduduknya yang hidup sehat dalam lingkungan yang sehat, berperilaku sehat, dan mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu yang disediakan oleh pemerintah dan/atau masyarakat sendiri, serta ditandainya adanya peran serta masyarakat dan berbagai sektor pemerintah dalam upaya upaya kesehatan. Dalam upaya mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan tersebut, infrastruktur pelayanan kesehatan telah dibangun sedemikian rupa mulai dari tingkat nasional, propinsi, kabupaten dan seterusnya sampai ke pelosok. Setiap unit infrastruktur pelayanan kesehatan tersebut menjalankan program dan pelayanan kesehatan menuju pencapaian visi dan misi Depkes tersebut. Setiap jenjang tersebut memiliki system kesehatan yang yang saling terkait mulai dari pelayanan kesehatan dasar di desa dan kecamatan sampai ke tingkat nasional.
Jaringan sistem pelayanan kesehatn tersebut memerlukan sistem informasi yang saling mendukung dan terkait, sehingga setiap kegiatan dan program kesehatan yang dilaksanakan dan dirasakan oleh masyarakat dapat diketahui, difahami, diantisipasi dan di kelola dengan sebaik-baiknya. Departemen Kesehatan telah membangun sistem informasi kesehatan yang disebut SIKNAS yang melingkupi sistem jaringan informasi kesehatan mulai dari kabupaten sampai ke pusat.
 SIKNAS adalah sistem informasi yang berhubungan dengan sistem-sistem informasi lain baik secara nasional maupun internasional dalam rangka kerjasama yang saling menguntungkan. Kerjasama diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengabaikan kepentingan bangsa yang lebih luas dan rahasia-rahasia negara. Pengembangan SIKNAS dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan kemampuan dan dengan mendayagunakan kemajuan-kemajuan di bidang teknologi informatika.Pengembangan SIKNAS dilakukan dengan mengembangkan sumber daya dan infrastruktur informatika, dengan mengutamakan pengembangan sumber daya manusia (SDM). Pengembangan SDM pengelola data dan informasi kesehatan dilaksanakan secara terpadu dengan pengembangan SDM kesehatan pada umumnya serta diarahkan untuk meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan.
Strategi Pengembangan SIKNAS di era otonomi daerah :
1. integrasi dan simplifikasi pencacatan dan pelaporan yang ada
2. penataan dan pelaksanaan sistem pencatatan dan pelaporan baru
3. fasilitasi pengembangan sistem-sistem informasi kesehatan daerah
4. pengembangan teknologi dan sumber daya
5. pengembangan dan pelayanan data dan informasi untuk manajemen
6. pengembangan dan pelayanan data untuk masyarakat
Dengan berlakunya sistem otonomi daerah, maka pengelolaan SIK merupakan tanggung jawab dan wewenang masing-masing pemerintah daerah.

1. Pemerintah pusat/Kementerian Kesehatan, bertanggung jawab dalam pengembangan sistem informasi kesehatan skala nasional dan fasilitasi pengembangan sistem informasi kesehatan daerah.
2. Pemerintah daerah provinsi/dinas kesehatan provinsi, bertanggung jawab dalam pengelolaan sistem informasi kesehatan skala provinsi.
3. Pemerintah daerah kabupaten/kota / dinas kesehatan kab/kota, bertanggung jawab dalam pengelolaan sistem informasi kesehatan skala kabupaten/kota.

  • SIKDA (Sistem Informasi Kesehatan Daerah)
           Sistem Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA) adalah mencakup sub sistem informasi yang dikembangkan di unit pelayanan kesehatan (Puskesmas, RS, Poliklinik, Praktek Swasta, Apotek, Laboratorium), sistem informasi untuk Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan sistem informasi untuk Dinas Kesehatan Propinsi.
            Pada tahun 2002 Menteri Kesehatan mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.511 tentang “Kebijakan & Strategi Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS)” dan Kepmenkes No.932 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengembangan Sistem Informasi Daerah (SIKDA)”. Sistem Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA) di Kabupaten/kota adalah sebagai bagian sub sistem SIKDA yang ada di provinsi, sedangkan SIKDA yang ada di provinsi adalah bagian sub sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS).
           Awal tahun 2012, Kementerian Kesehatan melalui Pusat data dan Informasi akan meluncurkan aplikasi ”SIKDA Generik”. Seluruh unit pelayanan kesehatan yang meliputi puskesmas dan rumah sakit, baik pemerintah maupun swasta, dapat terhubung jejaring kerjasamanya melalui aplikasi SIKDA Generik. Aplikasi “SIKDA Generik” dirancang dan dibuatuntuk memudahkan petugas puskesmas saat melakukan pelaporan ke berbagai program di lingkungan Kementerian Kesehatan. Dengan demikian diharapkan aliran data dari level paling bawah sampai ke tingkat pusat dapat berjalan lancar, terstandar, tepat waktu, dan akurat sesuai dengan yang diharapkan.
            Sistem Informasi Kesehatan Daerah Sistem kesehatan di Indonesia dapat dikelompokkan dalam beberapa tingkat sebagai berikut:
  •  Tingkat Kabupaten/Kota, dimana terdapat puskesmas dan pelayanan kesehatan dasar lainnya, dinas kesehatan kabupaten/kota, instalasi farmasi kabupaten/ kota, rumah sakit kabupaten/kota, serta pelayanan kesehatan rujukan primer lainnya.
  •  Tingkat Provinsi, dimana terdapat dinas kesehatan provinsi, rumah sakit provinsi, dan pelayanan kesehatan rujukan sekunder lainnya.
  •  Tingkat Pusat, dimana terdapat Departemen Kesehatan, Rumah Sakit Pusat, dan Pelayanan kesehatan rujukan tersier lainnya.
           SIKDA Generik merupakan Sistem Informasi Kesehatan Daerah yang dirancang untuk dapat memenuhi berbagai persyaratan minimum yang dibutuhkan dalam pengelolaan informasi kesehatan daerah, dari proses pengumpulan, pencatatan, pengolahan, sampai dengan diseminasi informasi kesehatan. SIKDA Generik dirancang untuk menjadi standar bagi pemerintah daerah dalam pengelolaan informasi kesehatan di wilayahnya. SIKDA Generik hadir melalui proses inventarisasi berbagai SIKDA elektronik yang saat ini berjalan dan digunakan di daerah, memilih yang terbaik, kemudian dianalisis sehingga dihasilkan satu set deskripsi kebutuhan SIKDA Generik, yang mewakili kebutuhan seluruh komponen dalam sistem kesehatan Indonesia dan disesuaikan dengan standar yang diatur dalam  Pedoman Nasional SIK.
          Langkah selanjutnya dari pengembangan SIKDA Generik ini adalah mendistribusikan aplikasi SIKDA Generik kepada pemerintah daerah yang belum memiliki/menggunakan. Untuk pemerintah daerah yang telah memiliki/menggunakan SIKDA elektronik dapat tetap menggunakannya dengan beberapa penyesuaian terhadap Pedoman Nasional SIK atau beralih ke SIKDA Generik.
  •  SIMPUS (Sistem Manajemen Kesehatan Puskesmas)

          Sebagaimana diketahui bahwa puskesmas merupakan ujung tombak pemerintah dalam memberikan upaya pelayanan kesehatan di masyarakat. Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128 tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat bahwa puskesmas didefinisikan sebagai unit pelaksana teknis di kabupaten/ kota yang bertanggung jawab melaksanakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah. Puskesmas melaksanakan kegiatan proses penyelenggaraan, pemantauan serta penilaian terhadap rencana kegiatan yang telah ditetapkan baik rencana upaya wajib maupun pengembangan dalam mengatasi masalah kesehatan yang ada di wilayahnya. Salah satu bentuk pemantauan yang dilakukan adalah melalui sistem informasi manajemen puskesmas (SIMPUS).
          SIMPUS atau Sistem Informasi Manajemen Puskesmas yang berupa aplikasi berbasis web ini dapat membantu dalam pelayanan dan manajemen Puskesmas berkait dengan fungsi Puskesmas sebagai lembaga pelayanan kesehatan tingkat pertama di masyarakat.
SIMPUS memiliki beberapa modul sebagai berikut :
  1. Pendaftaran pasien
  2. Rawat jalan
  3. Manajemen Obat
  4. Sistem pencatatan kegiatan puskesmas di dalam dan di luar gedung
  5. Billing sistem
  6. Pemetaan penyakit
  7. Manajemen KIA
          Simpus merekam data rekam medis pasien-pasien yang berkunjung di Puskesmas. Tidak hanya itu, Simpus juga membantu Puskesmas dalam menyusun laporan-laporan rutin bulanan, baik untuk keperluan internal Puskesmas, ataupun untuk pelaporan ke Dinas Kesehatan.
          Puskesmas sebagai salah satu institusi pelayanan umum, dapat dipastikan membutuhkan keberadaan sistem informasi yang akurat dan handal, yang cukup memadai untuk meningkatkan pelayanan puskesmas kepada para pengguna (pasien, karyawan, dinas kesehatan) dan lingkungan yang terkait. Dengan lingkup pelayanan yang begitu luas, tentunya banyak sekali permasalahan kompleks yang terjadi dalam proses pelayanan di puskesmas. Banyaknya variabel di puskemas turut menentukan kecepatan arus informasi yang dibutuhkan oleh pengguna dan lingkungan puskesmas. Selama ini, data-data yang ada di puskesmas dikerjakan dengan cara manual, dengan pencatatan pada buku-buku registrasi dan juga dengan formulir-formulir yang tentunya akan menyulitkan pihak puskesmas untuk menganalisa atau mencari data tertentu. Masih sedikit puskesmas yang menggunakan alat bantu komputer untuk menangani data yang ada, kalaupun ada biasanya menggunakan program-program yang berasal dari luar dan tidak secara khusus dikembangkan untuk kebutuhan puskesmas, misalnya Ms Excel, dBase, Ms Word dan mungkin aplikasi yang lain.
          Program Aplikasi Komputer Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS) adalah suatu perangkat lunak yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan puskesmas dalam mengelola data-data yang dimiliki, digunakan untuk melihat profil dari pasien puskesmas, membantu dalam mencari data-data untuk pelaporan, dan juga mendukung berbagai keputusan dengan melihat data-data yang dimiliki oleh puskesmas.
  • SIK RS (Sistem Informasi Kesehatan Rumah Sakit)
Sistem informasi rumah sakit (SIRS) ( bahasa Inggris: Hospital information systems, HIS) adalah suatu proses pengumpulan, pengolahan, dan penyajian data rumah sakit se-Indonesia. Sistem Informasi ini mencakup semua Rumah Sakit umum maupun khusus, baik yang dikelola secara publik maupun privat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.SIRS ini merupakan penyempurnaan dari SIRS Revisi V yang disusun berdasarkan masukan dari tiap Direktorat dan Sekretariat dilingkungan Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan. Hal ini diperlukan agar dapat menunjang pemanfaatan data yang optimal serta semakin meningkatnya kebutuhan data saat ini dan yang akan datang.

SIRS merupakan aplikasi sistem pelaporan rumah sakit kepada Kementerian Kesehatan yang meliputi :
  • Data identitas rumah sakit.
  • Data ketenagaan yang bekerja di rumah sakit.
  • Data rekapitulasi kegiatan pelayanan kompilasi penyakit/morbiditas pasien rawat inap.
  • Data kompilasi penyakit/morbiditas pasien rawat jalan.
Penyelenggaraan SIRS bertujuan untuk :
  • Merumuskan Kebijakan dibidang perumahsakitan
  • Menyajikan informasi rumah sakit secara nasional
  • Melakukan pemantauan, pengendalian, dan evaluasi penyeleggaraan rumah sakit secara nasional.[9]
Secara umum, SIMRS meliputi beberapa modul yang terdiri dari:
  1. Registrasi pasien
  2. Sistem antrian
  3. Manajemen rawat jalan
  4. Manajemen unit penunjang
  5. Manajemen rawat inap
  6. Farmasi dan inventory logistik rumah sakit
  7. Billing sistem dan akuntansi
  8. Manajemen sumber daya rumah sakit
  9. Sistem pelaporan medical error
  10. Manajemen rekam medis
  11. Sistem informasi eksekutif
Pengisian laporan SIRS mengacu pada pedoman system informasi rumah sakit yaitu :
  • Direktorat Jenderal Bina Upaya kesehatan bersama Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten /Kota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan SIRS di rumah sakit.
  • Pembinaan oleh Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan , dilakukan melalui bimbingan teknis pelaksanaan SIRS kepada rumah sakit dan Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten /Kota.
  • Pengawasan pelaksanaan SIRS dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan bersama-sama seluruh DinasKesehatan Provinsi dan Dinans Kesehatan Kabupaten/Kota.
  • Dalam rangka pembinaan dan pengawasan untuk meningkatkan efektifitas pelaporan SIRS, Direktorat Jenderal dapat memberikan penghargaan kepada rumah sakit maupun Dinas Kesehatan Provinsi dan /atau Dinas Kesehatan Kabupaten /Kota. 

Pengisian laporan SIRS mengacu pada pedoman system informasi rumah sakit yaitu :
  • Direktorat Jenderal Bina Upaya kesehatan bersama Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten /Kota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan SIRS di rumah sakit.
  • Pembinaan oleh Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan , dilakukan melalui bimbingan teknis pelaksanaan SIRS kepada rumah sakit dan Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten /Kota.
  • Pengawasan pelaksanaan SIRS dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan bersama-sama seluruh DinasKesehatan Provinsi dan Dinans Kesehatan Kabupaten/Kota.
  • Dalam rangka pembinaan dan pengawasan untuk meningkatkan efektifitas pelaporan SIRS, Direktorat Jenderal dapat memberikan penghargaan kepada rumah sakit maupun Dinas Kesehatan Provinsi dan /atau Dinas Kesehatan Kabupaten /Kota.
Dalam melakukan pengembangan SIRS, pengembang haruslah bertumpu dalam 2 hal penting yaitu “kriteria dan kebijakan pengembangan SIRS” dan “sasaran pengembangan SIRS” tersebut. Adapun kriteria dan kebijakan yang umumnya dipergunakan dalam penyusunan spesifikasi SIRS adalah sebagai berikut :
  1. SIRS harus dapat berperan sebagai subsistem dari Sistem Kesehatan Nasional dalam memberikan informasi yang relevan, akurat dan tepat waktu.
  2. SIRS harus mampu mengaitkan dan mengintegrasikan seluruh arus informasi dalam jajaran Rumah Sakit dalam suatu sistem yang terpadu.
  3. SIRS dapat menunjang proses pengambilan keputusan dalam proses perencanaan maupun pengambilan keputusan operasional pada berbagai tingkatan.
  4. SIRS yang dikembangkan harus dapat meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap usaha-usaha pengembangan sistem informasi rumah sakit yang telah ada maupun yang sedang dikembangkan.
  5. SIRS yang dikembangkan harus mempunyai kemampuan beradaptasi terhadap perubahan dan perkembangan dimasa datang.
  6. Usaha pengembangan sistem informasi yang menyeluruh dan terpadu dengan biaya investasi yang tidak sedikit harus diimbangi pula dengan hasil dan manfaat yang berarti (rate of return) dalam waktu yang relative singkat.
  7. SIRS yang dikembangkan harus mampu mengatasi kerugian sedini mungkin.
  8. Pentahapan pengembangan SIRS harus disesuaikan dengan keadaan masing-masing subsistem serta sesuai dengan kriteria dan prioritas.
  9. SIRS yang dikembangkan harus mudah dipergunakan oleh petugas, bahkan bagi petugas yang awam sekalipun terhadap teknologi komputer (user friendly).
  10. SIRS yang dikembangkan sedapat mungkin menekan seminimal mungkin perubahan, karena keterbatasan kemampuan pengguna SIRS di Indonesia, untuk melakukan adaptasi dengan sistem yang baru.
  11. Pengembangan diarahkan pada subsistem yang mempunyai dampak yang kuat terhadap pengembangan SIRS.

Sistem Informasi Rumah Sakit yang berbasis komputer (Computer Based Hospital Information System) memang sangat diperlukan untuk sebuah rumah sakit dalam era globalisasi, namun untuk membangun sistem informasi yang terpadu memerlukan tenaga dan biaya yang cukup besar. Kebutuhan akan tenaga dan biaya yang besar tidak hanya dalam pengembangannya, namun juga dalam pemeliharaan SIRS maupun dalam melakukan migrasi dari system yang lama pada sistem yang baru. Selama manajemen rumah sakit belum menganggap bahwa informasi adalah merupakan aset dari rumah sakit tersebut, maka kebutuhan biaya dan tenaga tersebut diatas dirasakan sebagai beban yang berat, bukan sebagai konsekuensi dari adanya kebutuhan akan informasi. Kalau informasi telah menjadi aset rumah sakit, maka beban biaya untuk pengembangan, pemeliharaan maupun migrasi SIRS sudah selayaknya masuk dalam kalkulasi biaya layanan kesehatan yang dapat diberikan oleh rumah sakit itu.

DAFTAR PUSTAKA
SIKNAS dan BANK DATA disajikan SEKJEN di Bidakara
http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_informasi_rumah_sakit

http://www.yoyoke.web.ugm.ac.id
 






 




 

0 komentar:

Posting Komentar